“Menurut pendapat saya, penyebab utamanya bisa jadi korupsi. Tapi bukan hanya itu. Banyak yang dipertaruhkan ketika bekerja dengan Israel di Iran,” jelas Nadimi.
“Dengan semua risiko yang terlibat, uang tidak bisa menjadi satu-satunya motivasi. Ketika mereka melihat betapa korupnya sistem itu, mereka kehilangan rasa hormat dan kesetiaan terhadapnya, dan semakin tinggi pangkat mereka, semakin baik mereka memahami betapa korupnya seluruh sistem.”
Nadimi menekankan bahwa ia tidak terkejut bahwa dinas intelijen Iran lengah oleh drone-drone ini. Faktanya, tidak terlalu rumit untuk menyelundupkannya ke Iran.
Drone-drone ini terdiri dari bagian-bagian kecil yang mudah diselundupkan ke Iran. Banyak bagian yang mudah diproduksi di Iran, seperti bagian fiberglass. Kontrol dan bagian elektronik lainnya akan mudah diselundupkan ke Iran melalui wilayah Teluk Persia, misalnya Dubai dan perbatasan lainnya.
“Untuk misi kompleks seperti ini, bagaimanapun, Anda tidak bisa sepenuhnya mengandalkan warga lokal dan aset lokal, Anda perlu memiliki agen di lapangan. Mereka telah merencanakan ini sejak lama. Mereka mengklaim telah mengerjakan rencana ini selama bertahun-tahun,” tambah Nadimi.
Ini bukan pertama kalinya agen Israel menyusup ke Iran dalam beberapa tahun terakhir. Pada Juli 2024, Israel berhasil menargetkan dan membunuh Ismail Haniyeh, pemimpin politik Hamas, saat berkunjung ke Teheran. Ia tewas dalam serangan presisi di kamarnya di sebuah kompleks yang dilindungi di Iran utara.
Lalu, pada 27 November 2020, Israel juga berhasil melenyapkan Mohsen Fakhrizadeh, ilmuwan yang diyakini oleh lembaga intelijen Barat dan Israel sebagai dalang di balik “Proyek Amad”, upaya rahasia Iran untuk membangun bom nuklir. (*)


